TANGERANG | MEDIA-DPR.COM, Proyek pengecoran jalan di Perumahan Mediterania 2 kembali menuai sorotan tajam setelah hasil pekerjaan yang berasal dari anggaran Bina Marga tahun 2025 senilai Rp200 juta diduga tidak memenuhi standar kualitas. Pengecoran yang dilakukan pada malam hari itu menunjukkan kerusakan signifikan keesokan paginya, bahkan sebelum area tersebut sempat dilalui kendaraan secara intens.
Ketua Umum LSM BIMPAR, Muhammad Kadfi, yang kediamannya berada tepat di depan lokasi pengecoran, menyampaikan langsung temuan kerusakan tersebut setelah melakukan pengecekan dini hari hingga pagi. “Pagi-pagi saya lihat, hasil cor sudah retak-retak, ada yang hancur, permukaannya tidak rata, bahkan ada bagian yang bergelombang dan menampung air. Ini menunjukkan kualitas pekerjaan yang sangat diragukan,” tegasnya.
Berdasarkan dokumentasi lapangan yang diambil langsung oleh Muhammad Kadfi, terlihat bahwa permukaan jalan tampak bergaris tidak beraturan, terdapat cekungan yang cukup dalam, dan sejumlah titik menyisakan genangan air yang menandakan adanya gelumbung atau rongga udara akibat pemadatan yang tidak sempurna. Kondisi tersebut memperkuat dugaan bahwa proses pengecoran dikerjakan tanpa mengikuti standar teknis konstruksi jalan yang seharusnya.
Kadfi juga menyoroti tidak adanya papan proyek yang memuat informasi lengkap mengenai kontraktor pelaksana, konsultan pengawas, sumber anggaran, durasi pekerjaan, serta spesifikasi teknis. Menurutnya, ini merupakan bentuk pelanggaran terhadap prinsip transparansi dan akuntabilitas pengelolaan anggaran publik. “Dengan tidak adanya papan proyek, masyarakat sulit melakukan kontrol. Ini proyek uang negara, dan masyarakat berhak tahu siapa pelaksana dan bagaimana standar kerjanya,” ujarnya.
Selain itu, Kadfi menilai pekerjaan yang dilaksanakan pada malam hari tanpa penerangan memadai berpotensi menimbulkan kesalahan teknis serius. Beton yang tidak diratakan secara tepat, tidak dipadatkan sesuai prosedur, serta tidak dilakukan finishing yang benar dapat menyebabkan retakan dini, permukaan bergelombang, dan kualitas beton yang tidak layak.
Ketum LSM BIMPAR ini menegaskan bahwa kerusakan dalam hitungan jam merupakan indikator kuat adanya dugaan ketidaksesuaian mutu material maupun metode pelaksanaan di lapangan. “Saya meminta Bina Marga untuk turun langsung dan melakukan audit kualitas pekerjaan ini. Anggaran Rp200 juta bukan angka kecil, dan hasilnya tidak boleh asal-asalan seperti ini,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Kadfi meminta agar pihak kontraktor memberikan penjelasan secara terbuka kepada masyarakat mengenai penyebab kegagalan konstruksi tersebut. Ia menekankan bahwa perbaikan parsial tidak akan menyelesaikan masalah jika struktur beton sudah terlanjur cacat sejak awal proses pengecoran.
“Kami menuntut transparansi dan tanggung jawab. Jalan ini akan dilalui banyak warga. Jika kualitasnya buruk sejak hari pertama, maka dalam waktu dekat pasti rusak lebih parah dan membahayakan pengguna jalan,” kata Kadfi menambahkan.
Dengan temuan kerusakan nyata di lapangan, LSM BIMPAR secara resmi meminta Bina Marga dan pihak terkait mengambil langkah tegas, baik berupa evaluasi menyeluruh, pemeriksaan teknis, hingga penindakan apabila ditemukan unsur kelalaian atau pelanggaran spesifikasi.
Kasus ini menjadi contoh penting bagaimana pengawasan publik berperan memastikan anggaran pembangunan benar-benar digunakan untuk menghasilkan infrastruktur yang berkualitas, aman, dan bermanfaat bagi masyarakat luas.

Komentar

