TAPTENG | MEDIA-DPR.COM. Viral aksi unjuk rasa (unras) Aliansi Wartawan Sibolga Tapanuli Tengah (AWSTT) di Kantor Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Rabu (26/06/2025)
AWATT meminta Kadis PMD Zulkifli Simatupang S.H., kapasitasnya menghunjuk Wartawan untuk melakukan Publikasi Desa (Pubdes) se-Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng) Provinsi Sumatra Utara (Sumut) sesuai Rekap Pembagian Kegiatan Pundes Tahun 2025 dengan nama-nama delapan Wartawan.
Namun Kadis PMD menolak tuduhan itu dan justru meminta bukti jika hal itu terjadi dan menambahkan, siapa saja Wartawan yang melakukan publikasi desa tidak ada larangan.. ujarnya.
Nekat yang nyata Ketua Dewan Ketua Dewan Etik IWO Sibolga-Tapteng Dzulfadli Tambunan justru desak Wartawan beritakan dugaan penyimpangan Anggaran Dana Desa ditulis diberitakan saja keras-keras di media masing-masing. ujarnya kepada AWATT. menatang menunjukkan kebenarannya dan kehebatannya di Tapteng
Dengan alasan yang diutarakan di Media lokal yang membuat statement: "Karena prihatin dan menyayangkan aksi unras digelar sekelompok Wartawan di depan Kantor Dinas PMD Tapteng Kamis (26/06/2025)".
Sementara sudah rahasia umum mengetahui IWO yang dapat menguasai Publikasi Desa empat Kecamatan dengan 48 Desa.
Sementara untuk Zulfadli Tambunan sendiri Satu Kecamatan dan enam Desa yang di kutip per desa Rp. 2 juta sampai Rp. 2,5 juta wajib diserahkan Kepala Desa (Kades). Ditambah tahun 2025 Zulfadli Tambunan mendapat dua Kecamatan dan 16 Desa.
MEDIA-DPR.COM Sabtu (28/06/2025) kepada Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dalam hal ini Inspektur Inspektorat (Ipda) Tapteng Mus Mulyadi Malau S.Sos. MAP Media Written interview via WhatsApp Sabtu (28/06/2025) dan meminta Panusunan Pardede untuk memberikan tanggapan.
Panusunan mengatakan: "Atas dasar apa Wartawan bisa menerima biaya publikasi dari Pemerintah Desa (Pemdes) yang bersumber dari Dana Desa (DD) atau Alokasi Dana Desa ADD)??
Jika jawabannya karena Media atau Wartawan sudah mempublikasikan terkait dengan penyelenggaraan Pemdes atau penggelolaan DD lalu pertanyaan, apa yang menjadi tolok ukur atau standar harga tagihan dari Media atau Wartawan sehingga Kades membayar biaya publikasi Rp. 2 juta sampai 2,5.juta?. Dengan ketentuan apabila kegiatan publikasi yang bersumber dari DD sesuai dengan juknis peruntukannya boleh untuk biaya pemberitaan oleh Media baik itu Media Online, Rlektronik maupun Surat Kabar".
Jika dalam juknis penggunaan DD tidak ada diatur boleh dialokasikan kegiatan publikasi dari DD maka penggunaan DD untuk publikasi tersebut sudah menyalahi ketentuan.
Apakah sudah ada diatur dalam Standar Satuan Harga (SSH) Tapteng atau memang dari media sudah ada standar harganya seperti pembuatan iklan?.
Kendati Ketua Dewan Etik IWO mendesak Wartawan supaya memberitakan dugaan penyimpangan ADD terkait biaya publikasi, apakah murni desakan ini supaya diusut Aparat Penegak Hukum (APH) atau Inspektorat atau hanya memanas-manasi karena mereka yakin tidak akan ditanggapi oleh APH atau Inspektorat.
Khawatir apabila Wartawan tidak hanya sekedar memberitakan tetapi membuat laporan atau pengaduan ke APH atau Inspektorat terkait penggunaan DD atas biaya publikasi yang dibayarkan kepada Media, tentu bisa nanti akan diaudit terkait penggunaan dana tersebut. jelasnya.
Terkait adanya hunjukan dari Dinas PMD, kepada Wartawan yang ditunjuk Pubdes apabila hal ini benar maka tindakan Kadis PMD ini adalah penyalahgunaan wewenang dengan melakukan intervensi kepada Kades. Karena Pengguna ADD itu adalah Kades, jadi Kadeslah yang menentukan penggunaan DD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. imbuhnya.
Sebenarnya saya prihatin dan sedih melihat Pemerintahan Pak Bupati, ini karena tindakan para Pejabatnya masih Asal Bapak Senang .Tidak mau dan tidak berani menyampaikan yang benar, padahal Pak Masinton disetiap kesempatan selalu menyampaikan kepada Pejabat maupun ASN supaya bekerja sesuai dengan aturan. pungkasnya..(Demak MP Panjaitan/Pance)