Sri Narendra Kalaseba : "Berjuang dan Mengabdi Seumur Hidup dengan Segenap Jiwa Raga"

Iklan Semua Halaman

.

Sri Narendra Kalaseba : "Berjuang dan Mengabdi Seumur Hidup dengan Segenap Jiwa Raga"

Staff Redaksi Media DPR
Sabtu, 18 Juli 2020

DENPASAR BALI | MEDIA-DPR.COM, Rangkaian tembang penuh makna ini di awali dari kata "Rumkeso". Lantas, apa alasan utama saya menempatkan kata "Rumekso" sebagai pembuka bait-bait Kidung Wahyu Kolosebo?.

"Rumekso" merupakan bentuk kata kerja, secara terminologi pengertian kata "Rumekso" adalah upaya serius untuk menguasai diri yang dilakukan oleh hamba Tuhan.

Baik penguasaan yang bersifat ragawi ataupun rohani. Dalilnya adalah firman Tuhan yang menyatakan bahwa pada dasarnya setiap bani Adam itu seorang Khalifah (penguasa) yang diciptakan Tuhan untuk mendiami bumi.

Mereka diberi hak prerogatif berkuasa terhadap segala lapisan yang ada di dunia, baik yang tampak mata ataupun tidak. Sederhananya manusia dikodratkan Tuhan sebagai penguasa, pengertian gampangnya dia adalah sosok pemimpin.

Namun seringkali hal ini tidak dipahami, justru banyak manusia yang lengah. Karena kelalaiannya, justru mereka dikuasai oleh unsur-unsur yang mendorong dirinya tidak menjadi semestinya sebagai manusia. Unsur-unsur yang menguasai dirinya tersebut muncul dari luar dirinya, bisa dalam bentuk bujukan Iblis, bisa juga dalam bentuk syahwat (keinginan buruk yang kuat) sehingga membutakan alam kekhalifahannya.

Sehingga efeknya akan rusak hatinya, rusak pemikirannya, rusak pandangannya, rusak pendengarannya yang dimana kerusakan itu menyatu dalam bentuk rusak kepribadiannya. Bahkan ironisnya dari kedudukan Khalifah akan bergeser menjadi budak.

Maka manusia yang belum sampai pada tahap "Rumekso" dia cenderung tidak bisa menikmati hidup, dia lupa akan tujuan hidup dan lupa pada akhir  dari jatah kehidupan di dunia. Hidupnya gersang, pandangannya kosong, langkah kakinya hambar.

Kaya materi atau tidaknya tetap menderita, menjadi pejabat atau rakyat biasa tidak tenang hidupnya, istilah Jawanya urip semrawut (hidup berantakan).

Jika sudah seperti ini, manusia harus segera melakukan instrospeksi, lalu menaiki tangga "Rumekso" yakni mencari sabab musabab yang memiliki fungsi sebagai upaya untuk kembali pada unsur kejadian atas dirinya yang sebenarnya. Kamu itu siapa? Lalu harus bagaimana? Dan Akan kemana? Maka segera "Rumekso-lah".

""Karena kamu tidak akan menduduki pangkat "Ingsun" (Aku adalah diriku yang sebenarnya, bukan dia atau mereka) kecuali kamu secara serius mau melakukan "Rumekso". Tanpa "Rumekso" kamu tidak akan menjadi dirimu sendiri (Lali Asal Usulmu)." kata Ndoro Sri Narendra Kalaseba ketika di konfirmasi MEDIA-DPR.COM Biro Bali Sabtu siang (18/7) melalui sambungan telephone.

"Begitulah sedikit pengertian perihal salah satu alasan terkuat kenapa saya menggunakan kata "Rumekso" di awal bait-bait Kidung Wahyu Kolosebo. Kata demi kata, bait demi bait Kidung ini tidak terlahir secara tiba-tiba, setiap kata ada alasan dan dalil yang kuat sehingga saya memilihnya sebagai bagian dari lantunan Kidung Wahyu Kolosebo." imbuhnya.

"Proses menulis maha karya ini teramat panjang dan lama. Bukan hasil dari copy paste karya orang lain, tidak menukil dari kitab-kitab tua, semua diperoleh dari lelaku "Rumekso" agar menjadi "Ingsun" yang sesungguhnya. Bersambung." tegasnya.

"Karena untuk mengupas Rumekso mungkin tidak cukup dalam tempo 24 jam", pungkasnya. (GUN)
close