TAPTENG | MEDIA-DPR.COM. Wartawan boleh meminta temu pers dengan Pemerintah Daerah (Pemda), tetapi perlu diperhatikan. Wartawan memiliki hak untuk mencari dan menyebarluaskan informasi, termasuk dengan melakukan wawancara dengan narasumber dari berbagai instansi, termasuk Pemda.
Tujuan Jurnalistik, permintaan temu pers memiliki tujuan berkaitan kepentingan publik. Seperti Visi dan Misi Pamkab Tapteng dipublikasikan dan capaian kinerja. Meskipun Wartawan memiliki hak untuk mencari informasi, dalam beberapa kasus, diperlukan izin atau pemberitahuan kepada pihak terkait, terutama jika wawancara dilakukan di kantor atau fasilitas pemerintah.
Sebelum Pj. Bupati Tapteng Dr. H. Sugeng Riyanta S.H., M.H., di kepemimpinan Bupati sebelumnya ada Organisasi Perangkat Daerah (OPD) sampai Kepala Desa (Kades) di Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng) Provinsi Sumatera Utara (Sumut) acap mengatakan "Sudah Ada Wartawan Kami" katanya kepada Wartawan yang dianggap bukan Wartawan Bupati.
Setelah Dr. Sugeng, menjadi Pj. Bupati ada Wartawan berikan informasi yang selalu ada "Gaya Untuk Informasi Sudah Ada Khusus Konfirmasi [Gaya Tukkik] Wartawan. Oleh OPD sampai Kades di Tapteng.
Entah karena informasi itu, yang pasti Dr. H. Sugeng mengeluarkan Surat Edaran (SE) Pj. Bupati Tapteng UU No.14 tahun 2008 merujuk KIP SE No.500-12-1/077/2024 dan ditujukan kepada OPD. Camat, UPTD Puskesmas, Lurah, Kades se-Tapteng.
Peraturan Nomor 61 tahun 2010 tentang pelaksanaan UU No.14 KIP, merupakan upaya memberikan informasi seluas-luasnya kepada masyarakat tentang progres pembangunan di lakukan Pemda sesuai UU No 40.1999 tentang Pers.
Kendati sudah ada SE. Pj. Bupati Tapteng, masih ada mengabaikan dan justru menimbulkan masalah baru seperti baru-baru ini. Ada Kades menolak Wartawan untuk konfirmasi, sementara tetap mengatakan sudah ada Wartawan petunjuk Bupati. Yang katanya sekaligus menyetorkan uang kepada yang ditunjuk.
Hal itulah mendorong Wartawan meminta kepada Pemkab Tapteng untuk temu pers. Kebetulan Wartawan dapat meminta kepada pemerintah untuk digelar temu pers.
Selain itu ada masalah dihadapi masyarakat Desa Muara Bolak Kecamatan Sosorgadong Abdul Harun Pasaribu Ketua Forum Komunikasi Warga Desa (FKWD) Muara Bolak meminta transparansi pengelolaan Dana Desa (DD) mulai tahun 2018-2024 kepada Kades dan perangkat Desa dan BPD yang pada akhirnya Abdul mendekam di penjara.
Yang anomali justru Polres Tapteng mempersangkakan pasal 338 KUHP kepada Abdul, Sementara tidak ada kehadiran Pemkab Tapteng terhadap istri Abdul, yang dilanda penderitaan.
Inspektorat Daerah (Ipda) Tapteng telah memberikan hasil laporan pengaduan FKWD atau Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) adalah Dokumen resmi yang dikeluarkan oleh Ipda
setelah melakukan pemeriksaan. LHP memuat fakta-fakta hasil pemeriksaan temuan korupsi.
Penyalahgunaan DD Tahun 2020 delapan kegiatan Rp.602.186.000.00. Tahun 2021.delapan kegiatan Rp. 602.186.000.00. Tahun 2022 empat kegiatan Rp.786.362.500.00. Tahun 2023..delapan kegiatan Rp. 503.506.914.00. Tahun 2024. 10 kegiatan Rp.835.811.000.00. yang tidak dapat diyakini. Grand total penyalahgunaan DD Tahun 2020-2024. Rp.3.137.773.914.00.
Saihot Pandiangan Kades Muara Bolak Non Aktif direkomendasikan menyetor kerugian Desa Muara Bolak ke Kas Rekening Desa dan tidak dijerat sanksi pidana.
Meskipun mengembalikan kerugian negara, UU Tipikor Penyelewengan DD dapat dijerat pasal UU Tipikor, hukuman penjara seumur hidup atau paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda sesuai ketentuan UU Tipikor.
Pernah disampaikan Wartawan kepada Dr. Sugeng keberadaan Wartawan dimasa Bupati Drs Panusunan Pasaribu dan Drs. Tuani Lumban Tobing M.Si. Wartawan dapat dikatakan sejahtera karena Pemkab berikan Jasa Berita. Selain itu dapat gartis berobat di RSUD Pandan. Karena masa itu belum ada BPJS Kesehatan.
Pj. Bupati mengakomodir untuk tahun 2025 lewat Dinas Infokom Tapteng ditampung. Karena tahun 2024 APBD Tapteng banyak diserap oleh Pilkada 2024. (Demak MP Panjaitan/Pance)