DENPASAR - BALI | MEDIA-DPR.COM, Sidang gugatan warga terhadap BPN Buleleng di PTUN Denpasar kembali digelar dengan menghadirkan 2 Ahli Hukum. Ahli Hukum yang dihadirkan penggugat adalah Ahli Hukum bidang pertahanan dan administrasi negara. Dalam sidang, Ahli Hukum menyatakan bahwa pembuatan sertifikat ganda tidak dibenarkan karena masyarakat telah memiliki sertifikat sebelumnya. dengan demikian pengeluaran sertifikat baru dengan nama lain bisa dibatalkan. kamis (17/12/2020) pukul 10.00 wita.
Sidang yang seharusnya mendatangkan saksi dari kedua belah pihak yaitu menggugat dan tergugat intervensi, namun saksi dari tergugat intervensi tidak hadir dalam persidangan tersebut.
Persidangan yang dilaksanakan di PTUN Denpasar, Dipimpin oleh Majelis Rahmat Budi Sulistyo sebagai Hakim Ketua didampingi 2 orang hakim anggota dan seorang panitera.
Sebelum memberikan
kesaksian didalam persidangan, Ahli hukum agraria, DR, Gede Surata ,SH,
MH, dan Ahli hukum Tata Usaha Negara Nyoman Remaja, SH,MH, diambil
sumpahnya di depan hakim menurut keyakinan agama yang dianutnya sebelum
memberikan kesaksian.
menurut keterangan dari Ahli Hukum, DR. I
Nyoman Gede Remaja, SH. MH, Ahli Hukum Administrasi Negara menyatakan,
"Pada prinsipnya saya selaku ahli hukum administrasi negara dan ahli
tata negara menerangkan dalam sidang pengadilan ini memberikan agar
perkara ini lebih terang". saya menjelaskan dari sisi tatanegara nya.
kalau dari sisi Tata Negaranya tadi ditanyakan kepada saya, yang pertama
soal kompetensi Pengadilan Tata Usaha Negara berkaitan dengan
kompetensi Pengadilan Tata Usaha Negara, dalam kompetensi absolut
menurut saya memenuhi, karena pertama kita bisa lihat dari pengertian
KTUN itu, yaitu berupa penetapan yang tertulis yang dikeluarkan oleh
pejabat atau Badan Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum
tatanegara yang bersifat kongkrit , individual, final dan menimbulkan
akibat hukum bagi orang atau badan hukum perdata kalau kita kaitkan
dengan perkara itu sudah memenuhi, dimana itu sudah berbentuk
sertifikat, kemudian dikeluarkan oleh BPN yang mana itu sebagai Badan
Pertanahan Buleleng yang mana Kepala Kantor nya adalah pejabat
pemerintahan dibidang pertanahan".
Lanjut Gede Remaja, "Bersifat kongkrit, individual dan final Bahwa
sertifikat itu sudah kongkrit berbentuk bukan abstrak. Individual dalam
sertifikat itu ditunjukkan orang dan alamatnya lengkap. kemudian final
itu tidak memerlukan persetujuan lain lagi, sudah difinitif.
Menimbulkan
akibat hukum itu ada 2, yang pertama bisa kontenatur itu adalah
menguatkan hukum yang baru. yang kedua berupa konsututif bisa
menimbulkan hukum yang baru dan yang ketiga menolak baik kontenatur dan
konsututif dalam perkara aku itu adalah bersifat menguatkan hubungan
hukum dengan yang sudah ada. dalam hal ini sertifikat yang sudah
dikeluarkan adalah tentang hak kepemilikan tanah itu bahwa siapa nama
yang ada dalam sertifikat itu, dialah pemilik yang sah. dalam hal ini
berfungsi sebagai alat pembuktian yang sah",Jelas Remaja.
Ditemui
awak media-dpr.com setelah usai sidang. kuasa hukum Wayan Darsana dan
Made Sidia, Jro Budi Hartawan menanggapi pernyataan dari kesaksian para
ahli dipersidangan menyampaikan, "kasus itu sudah mengarah kepada dari
sisi kepemilikan awal bahwa tanah itu tanah yang diklaim itu adalah
tanah yang bersertifikat. oleh karena itu sesuai dengan ketentuan
berlaku, sertifikat yang telah dimiliki oleh seseorang itu sah di hukum
dan tidak dapat digandakan lagi menjadi milik orang lain sepanjang
proses itu tidak ada proses jual beli. jadi kalau kita lihat
keterangan-keterangan ahli yang menyampaikan tadi, baik dari sisi
administrasi bahwa proses itu sudah jelas ada pelanggaran dan cacat
hukum", jelas Pengacara Jero Budi Hartawan, SH,CHT,CI yang tergabung
dalam Advokasi Ferari Bali.
Disisi lain, pihak tergugat dari Badan Pertanahan Negara (BPN) Dimas Setiaji Widodo SH, Selaku Kepala Sub Seksi Penanganan Sengketa, Konflik dan Perkara Pertanahan, Kabupaten Buleleng menyampaikan bahwa pihak BPN tidak mendatangkan saksi ahli. dan dari pihak tergugat intervensi saksi ahlinya berhalangan. "Karena persidangan itu dibatasi sekarang. untuk tingkat pertama itu paling lama 6 bulan, waktu kita sudah mepet, akhirnya pihak tergugat terhadap desa
Julah ini tidak mengajukan saksi ahli karena waktu sudah terlalu mepet'. ucap Dimas.
Sementara itu, saat diminta tanggapannya tentang kesaksian dan penjelasan yang disampaikan oleh Saksi Ahli yang didatangkan oleh penggugat, Agus Toni, Salah satu kuasa hukum dari tergugat intervensi menyampaikan, "Tanggapan kami secara umum, saksi ahli yang di ajukan penggugat, kami apresiasi baik karena banyak menguatkan dalil yg kita ajukan".
Sehari sebelumnya, sidang adanya sertifikat ganda ini juga menghadirkan saksi lain, yakni mantan Kepala Desa Julah, dan sejumlah staf serta masyarakat. rabu tanggal 16 Desember.
Terjadinya masalah sengketa kasus tanah ini sampai di PTUN, bermula dari keluarga wayan Darsana dan Made Sidia setelah mengetahui tiba-tiba 2 bidang sertifikat tanahnya seluas 1,4 hektar sudah jadi milik Desa Adat. Dari informasi di persidangan tanah awalnya diajukan Kelian Adat Desa Julah Ketut Disemen, hal ini dinilai sangat merugikan yakni Sidia dan Wayan Darsana yang telah memiliki sertifikat sejak tahun 1987. Untuk itulah warga melalui kuasa hukumnya meminta PTUN untuk membatalkan pengeluaran sertifikatHasil PTSL yang diterbitkan tahun 2018.
Selanjutnya sidang kesimpulan akan diadakan hari rabu depan tanggal 23 Desember 2020 dilakukan secara virtual dan sidang keputusan akan di gelar tanggal 30 Desember (Sumber/Gede)