TAPTENG | MEDIA-DPR.COM. Jika Ketua Dewan Etik Ikatan Wartawan Online (IWO) Sibolga-Tapanuli Tengah, Dzulfadli Tambunan, mengaku prihatin dan menyayangkan aksi unjuk rasa yang digelar sekelompok wartawan di depan Kantor Dinas PMD Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng), Kamis (26/06/2025).
Diketahui, aksi unjuk rasa itu dilakukan sebagai bentuk protes terhadap Dinas PMD Tapteng terkait anggaran publikasi Dana Desa tahun 2025.
Pertanyaannya, etiskah IWO terlibat dan dilibatkan oleh Kadis PMD Tapteng Henri Haluka Sitinjak membuat REKAP PEMBAGIAN KEGIATAN PUBLIKASI DESA TAHUN 2024" dengan mengutip biaya Dana Publikasi Rp. 2 juta per Desa?
Hal itu dikatakan oleh Demak MP Panjaitan/Pance Wartawan dua zaman ini (orde baru dan era reformasi) Jum'at (27/06/2025)
Yang telah viral selama ini untuk IWO menguasai empat Kecamatan.
* Kecamatan Barus. = 11 Desa.
* Kecamatan Manduamas = 17 Desa.
* Kecamatan Andam Dewi = 13 Desa.
* Kecamatan Sirandorung. = 7 Desa.
Seyogyanya kapasitas Ketua Dewan Etik Ikatan Wartawan Online (IWO) Sibolga-Tapanuli harus mengklarifikasi hal ini. Jika tidak ada kebenarannya dan buat tuntutan kepada Kades jika hal itu tidak benar.
Betul sesuai Kemdes wajib dilakukan oleh Pemerintah Desa (Pemdes) melakukan Publikasi Dana Desa. Tetapi bukan berati Dinas PMD Tapteng.
Bicara hal aksi unjuk rasa (unras) yang dilakukan oleh Aliansi Wartawan Sibolga Tapanuli Tengah (AWSTT) itu di lindungi undang-undang. Tidak usah lebai atau bodoh dan tolol (botol) menanggapi itu.
Para Wartawan diluar yang ditugaskan oleh Dinas PMD oleh para Kepala Desa (Kades) Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng) Provinsi Sumatera Utara(Sumut) menolak giat Desa di Publikasikan oleh Wartawan di luar IWO dan yang lain karena sudah ada Wartawan yang di tunjuk oleh Dinas PMD.
Bukti rekaman Kadis PMD perintahkan kepada Kades memberkati Dana Rp. 2 juta Wartawan yang di tunjuk dan yang lain. Jika hal itu bisa jadi bukti korupsi akan di ungkapkan nanti.
Untuk diketahui Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers, Yadi Hendriana, mengecam tindakan wartawan yang meminta-minta kepada pihak lain.
Sesuai Kode Etik Jurnalistik (KEJ) pasal 2, wartawan Indonesia harus bekerja secara profesional. Kemudian, pasal 6 juga menjelaskan, bahwa wartawan Indonesia tidak menerima suap dalam bekerja. Itu sangat jelas,” kata Yadi.
Lantaran caranya yang tidak profesional, tuturnya, tentu orang itu bukanlah wartawan. Yadi memastikan, bahwa seandainya ada pemerasan, hal itu adalah tindak pidana. Dengan adanya kasus itu, ia bersepakat dengan Diskominfo Kabupaten Tangerang untuk merencanakan kegiatan literasi yang juga melibatkan seluruh kepala desa, kepala sekolah, dan juga jajaran wartawan.
Dewan Pers, memaparkan, ingin ada peningkatan pemahaman terkait cara kerja jurnalistik yang profesional. Menurut dia, UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 hanya melindungi wartawan-wartawan yang bekerja secara profesional. Wartawan yang berpedoman pada UU Pers dan KEJ haruslah berintegritas, bertanggung jawab, dan tidak menerima suap.
Yang mengaku Wartawan dan meminta uang, dia menilai sebagai orang yang tidak bertanggung jawab. “Apabila terjadi hal itu, cepat laporkan ke kepolisian. Kami sudah berkoordinasi dengan kepolisian. pungkasnya.(Demak MP Panjaitan/Pance)