TAPTENG | MEDIA-DPR.COM. Tanggal 24 Agustus Hari Jadi Kabupaten (HarJadiKab) Tapanuli Tengah (Tapteng) Provinsi Sumatra Utara (Sumut) Ditetapkan dengan Perda Tapteng No. 19 Tahun 2007 tanggal 24 Agustus dan Minggu (24/08/2025) peringatan Hari Jadi ke -80.
Har JadiKab ke-80 tahun ini dimeriahkan berbagai acara, termasuk Tapteng Fest, yang melibatkan seluruh elemen masyarakat dan ASN Pemkab Tapteng.
Puncak acara dipusatkan di Kota Pandan. Tema peringatan adalah "Tapteng Naik Kelas, Adil Untuk Semua" dengan tujuan mewujudkan Tapteng yang kreatif, berbudaya, bersih, dan berusaha.
Sejarah Tapteng kaya akan perpaduan budaya dan pengaruh dari berbagai kelompok etnis. Wilayah ini pernah menjadi bagian dari Keresidenan Tapanuli terbentuk tahun 1842, masa Hindia Belanda, mencakup Taput, Tapsel,, dan Nias.
Tapteng memiliki sejarah panjang sebagai pusat perdagangan dan persilangan budaya, terutama di kota-kota seperti Barus dan Sibolga. Dikenal sebagai pusat perdagangan kuno, Barus pernah menjadi bagian dari Kerajaan Pagaruyung dan kemudian Kesultanan Sorkam. Barus juga menjadi tempat persinggahan pedagang dari berbagai penjuru dunia, termasuk Eropa, Arab, dan India.
Awalnya merupakan bandar kecil, Sibolga kemudian menjadi pusat pemerintahan dan ekonomi di wilayah tersebut.
Pemekaran Daerah, seiring waktu, Tapteng mengalami pemekaran dan pembentukan beberapa kabupaten dan kota, termasuk Kota Sibolga yang memiliki sejarah tersendiri. Tapteng merupakan pertemuan budaya Batak (Toba, Angkola, Mandailing) dan Pesisir (Melayu, Minangkabau), menciptakan identitas budaya yang unik.
Sebelum kedatangan Belanda, Tapteng, terutama Barus, sudah menjadi pusat perdagangan penting, dengan pengaruh dari Minangkabau dan Aceh. Pemerintah Hindia Belanda membentuk Keresidenan Tapanuli sebagai bagian dari administrasi mereka di Sumatera.
Setelah Indonesia merdeka, Tapteng menjadi bagian dari Sumur. Pemekaran wilayah terus terjadi, termasuk pembentukan Kota Sibolga dan kabupaten-kabupaten lain.
Budaya Pesisir di Tapteng terbentuk dari perpaduan budaya Batak dan Melayu, Minangkabau. Bahasa umum digunakan adalah Bahasa Indonesia, Bahasa Batak (Toba, Angkola, Mandailing), dan Bahasa Melayu, Minangkabau dialek Pesisir.
Kota Sibolga dan Tapteng memiliki hubungan yang erat karena Sibolga merupakan bagian dari Tapteng, sebelum akhirnya menjadi kota otonom. Sibolga dahulunya, sebuah Kota Kecamatan di Tapteng. Keduanya juga memiliki hubungan kekerabatan yang kuat di antara masyarakatnya.
Sibolga sebagai eks-bagian Tapteng, dimekarkan menjadi Kota Otonom. Berdasarkan PP, Sibolga ditetapkan sebagai Pusat Pembangunan Wilayah I Pantai Barat Sumut.
Masyarakat Sibolga dan Tapteng masih memiliki hubungan kekeluargaan yang erat, mencerminkan kedekatan historis dan geografis kedua wilayah. Meskipun bukan lagi bagian dari Tapteng, Sibolga tetap menjadi pusat pemerintahan dan ekonomi yang mempengaruhi wilayah sekitarnya, termasuk Tapteng.
Kota Barus, yang terletak di pesisir pantai barat Sumatera Utara, dikenal sebagai salah satu kota tertua di Indonesia dan memiliki sejarah yang kaya sebagai pusat perdagangan dan penyebaran agama Islam.
Barus sudah disebutkan dalam catatan kuno dari berbagai wilayah seperti Arab, India, dan Tiongkok, bahkan digambarkan dalam peta kuno abad ke-2 Masehi.
Sejarah Singkat Kota Barus:
Kota Pelabuhan Dagang:
Sejak lama, Barus telah menjadi pelabuhan penting, terutama sebagai pusat perdagangan kapur barus (kamper) yang sangat diminati di berbagai belahan dunia.
Barus diyakini sebagai tempat pertama masuknya Islam di Nusantara, bahkan sebelum berdirinya kerajaan-kerajaan Islam seperti Samudera Pasai atau Kesultanan Aceh.
Bukti arkeologis menunjukkan adanya perkampungan muslim pertama di Nusantara yang berpusat di Barus, tepatnya di Lobu Tua, yang diteliti pada tahun 1995-2000.
Barus dikenal Kota Pelabuhan yang ramai dikunjungi oleh para pedagang dari berbagai negara seperti India, Persia, dan Tiongkok, yang turut membawa serta pengaruh budaya dan agama mereka, termasuk Islam.
Pada perkembangannya, Barus menjadi bagian dari Kesultanan Aceh dan kemudian menjadi wilayah kekuasaan kerajaan Minangkabau (Pagaruyung) sebelum akhirnya dikuasai oleh Belanda.
Selain makam-makam ulama, di Barus juga ditemukan peninggalan arkeologis lainnya seperti keramik dari abad ke-8 hingga ke-9, serta catatan sejarah yang menggambarkan Barus sebagai pusat peradaban penting.
Nama Barus dikaitkan dengan wewangian dari Kapur Barus yang dihasilkan dari pohon kamper, yang menjadi komoditas perdagangan.
Dalam peta kuno, Barus disebut dengan nama "Barousai". Barus juga dikenal sebagai tempat kelahiran penyair sufi terkenal, Hamzah Fansuri. Meskipun kini Barus mungkin tidak sepopuler dulu, kota ini tetap menyimpan jejak sejarah yang penting dalam konteks perdagangan, penyebaran agama Islam, dan peradaban Melayu Nusantara.(Demak MP Panjaitan/Pance)