KABUPATEN BANDUNG | MEDIA-DPR.COM, Satuan Pendidikan Penyelenggara Gizi (SPPG) Warnasari, yang berada di bawah naungan Yayasan Maharatu Bhakti Padjadjaran, terus memperkuat komitmen dalam menjaga kualitas serta higienitas makanan yang diproduksi dan didistribusikan kepada peserta didik.
Kepala SPPG Warnasari Pangalengan 002, Muhammad Abdul Hamid, menegaskan bahwa pihaknya menempatkan aspek kebersihan dan keamanan pangan sebagai prioritas utama.
" Untuk menjaga higienis dan memastikan produk yang kami hasilkan steril, kami menerapkan prosedur ketat. Pegawai diwajibkan mencuci tangan, mengenakan APD lengkap mulai dari penutup kepala, masker, sarung tangan, hingga celemek sebelum bekerja,". jelasnya, saat di temui Rabu, (01/10/2025).
Selain itu, air yang digunakan dalam setiap proses produksi dipastikan selalu mengalir dan tidak dipakai berulang kali. Bahan makanan yang diolah pun terlebih dahulu dicuci bersih, kemudian dilakukan uji organoleptik (uji bentuk, warna, rasa, dan kelayakan) sebelum makanan didistribusikan.
Proses pencucian ompreng (wadah makanan) pun dilakukan dengan prosedur berlapis. Ompreng yang kembali dari sekolah dipisahkan dari sisa kotoran, lalu dicuci menggunakan sabun, dibilas dengan air bersih, kemudian dibilas lagi dengan air panas untuk memastikan bakteri mati. Setelah itu dikeringkan menggunakan pengering bersuhu tinggi sebelum disimpan di rak steril.
Tak hanya fokus pada higienitas, SPPG Warnasari juga menjalankan pengelolaan limbah yang ramah lingkungan.
PIC/Mitra SPPG Warnasari, Aan Nuraeni, menyampaikan bahwa limbah makanan yang tersisa seperti nasi, sayur, dan sedikit daging , dipisahkan dari plastik dan kemudian dimanfaatkan kembali oleh masyarakat sekitar.
" Alhamdulillah, limbah basah tidak sampai menjadi masalah lingkungan. Peternak bebek, lele, maupun cacing di sekitar dapur memanfaatkannya sebagai pakan. Sistemnya pun bergiliran, sehingga tidak hanya satu pihak saja yang mengambil,". Ujar Aan.
Menurutnya, rata-rata limbah yang dihasilkan tidak lebih dari 4–7 persen per hari, sebagian besar berasal dari sayuran yang tidak habis.
Di sisi lain, penerapan tanggung jawab kebersihan individu juga menjadi budaya kerja. Setiap staf wajib membersihkan area kerjanya masing-masing, bukan bergantung kepada petugas kebersihan. Penggunaan masker, hairnet, sarung tangan, hingga seragam juga diwajibkan selama bertugas.
Dalam proses memasak, pengaturan waktu juga diperhatikan agar kualitas makanan tetap terjaga. Menu yang mudah basi, seperti sayuran, dimasak di akhir sesi sebelum distribusi, sementara dalam pengemasan suhu makanan diatur dengan pendinginan menggunakan kipas dan AC agar tetap layak konsumsi.
Keberadaan SPPG Warnasari membawa manfaat bagi masyarakat sekitar.
" Alhamdulillah, dengan adanya MBG (Manajemen Berbasis Gizi) ini, warga sekitar merasa terbantu. Sekitar 95 persen pekerja kami berasal dari radius 500 meter sekitar dapur. Jadi selain menyediakan gizi terbaik bagi siswa, program ini juga membuka lapangan kerja,". Tutup Aan.
Dengan standar higienitas yang ketat, pengelolaan limbah yang berkelanjutan, serta pemberdayaan warga sekitar, SPPG Warnasari menjadi contoh praktik baik dalam penyelenggaraan layanan gizi yang sehat, aman, dan bermanfaat bagi lingkungan sosial. (Ayi Supriatna)